Hewan-hewan di dalam Al Qur’an, pada surah Al A’raaf

Masih melanjutkan kisah hewan-hewan dalam Al Qur’an khususnya pada surah Al a’raaf, ada banyak hewan lainnya yang dapat dijadikan pelajaran, baik dari bentuk penciptaannya, kemampuan dan keistimewaan pada hewan tersebut yang bias kita ambil hikmahnya.

Setelah belalang kemudian tongkat Nabi Musa As yang dapat berubah ular dan menelan serta menghapus tipu daya para penyihir fir’aun. Selanjutnya ada hewan lain yang disebut sebagai azab yang diturunkan Allah Swt kepada Fir’aun dan kaumnya dalam surah tersebut.

3. Kutu (Sitophilus Oryzae)



“Maka kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum yang berubah menjadi darah) sebagai bukti-bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa”. (Qs. Al A’raaf ; 133).

Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa ketika Musa as datang kepada Fir’aun, Musa as berkata kepadanya, “lepaskanlah kaum Bani Israil untuk pergi bersamaku”.

Lalu Allah mengirimkan topan, yakni hujan yang sangat lebat kepada Fir’aun dan kaumnya, dan ketika sesuatu dari hujan itu menimpa mereka, mereka merasa khawatir bila hujan itu merupakan azab. Lalu mereka berkata kepada Musa as “Doakanlah buat kami kepada tuhanmu agar Dia menghentikan hujan ini dari kami, maka kami akan beriman  kepadamu dan melepaskan Bani Israil pergi bersamamu”.

Lalu Nabi Musa as berdoa kepada Tuhannya (hingga hujan itu berhenti), tetapi mereka tidak mau beriman dan tidak melepaskan kaum Bani Israil bersamanya. Maka pada tahun itu juga Allah Swt menumbuhkan tetumbuhan, rerumputan dan buah-buahan yang banyak. Sebelum itu belum pernah terjadi demikian. Maka mereka berkata, “inilah yang selalu kami dambakan”.

Lalu Allah Swt mengirimkan belalang kepada mereka, yang merusak semua tetumbuhan mereka. Ketika mereka melihat kerusakan yang diakibatkan oleh belalang itu, maka mereka mengetahui bahwa tiada sesuatu pun dari tanaman mereka yang selamat. Mereka berkata “Hai Musa, doakan lah kepada tuhanmu  buat kami agar Dia mengusir belalang ini dari kami, maka kami akan beriman kepadamu dan akan melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamamu”,

Nabi Musa as berdoa kepada Tuhannya, maka Allah mengusir belalang itu dari mereka, tetapi mereka tidak mau beriman dan tidak melepaskan Bani Israil pergi bersama Musa. Dan mereka berlindung masuk kerumah-rumah mereka, lalu mereka berkata, “kami telah berlindung”. Maka Allah mengirimkan kutu, yakni ulat yang keluar dari bebijian, kepada mereka.

Tersebutlah bahwa seorang lelaki bila keluar dengan membawa sepuluh karung biji gandum ketempat penggilingannya, maka begitu ia sampai ketempat penggilingannya tiada yang tersisa kecuali hanya tiga genggam gandum saja (semuanya berubah menjadi ulat).

Mereka berkata, “Hai Musa, doakanlah kepada Tuhanmu agar Dia melenyapkan kutu ini dari kami, maka kami akan beriman kepadamu dan melepaskann kkaum Bani Israil pergi bersamamu”.

Nabi Musa as berdoa kepada Tuhannya, maka lenyaplah kutu itu dari mereka. Tetapi mereka menolak, tidak mau melepaskan Bani Israil pergi bersama Musa.

 

4. Katak




Lanjut masih dalam Tafsir Ibnu Katsir pada surah Al A’raaf ayat 133, katak menjadi bagian dari salah satu azab yang diturunkan Allah kepada Fir’aun dan kaumnya.

Ketika Nabi Musa as sedang duduk di hadapan Raja Fir’aun, tiba-tiba terdengarlah suara katak, lalu Nabi Musa berkata kepada Fir’aun, “Apakah yang kamu dan kaummu jumpai dari katak ini?” Fir’aun berkata,” Barangkali ini pun merupakan tipu muslihat yang lain”.

Maka tidak lama kemudian yakni pada petang harinya tiada seorang pun yang duduk melainkan seluruh negeri penuh dengan katak sampai mencapai dagunya. Dan bila seseorang hendak berkata, begitu ia membuka mulutnya, maka pasti ada katak yang masuk kedalam mulutnya.

Kemudian mereka berkata, “Hai Musa, doakanlah kepada Tuhanmu agar Dia melenyapkan katak-katak ini dari kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan melepaskkan Bani Israil bersamamu".

(setelah katak lenyap) mereka tetap tidak mau juga beriman. Lalu Allah mengirimkan darah kepada mereka, sehingga tidak sekali-kali mereka mengambil air minum baik dari sungai ataupun dari sumur-sumur, melainkan mereka menjumpai air itu dalam wadahnya berubah merah, yakni berubah menjadi darah segar.

Lalu mereka mengadu kepada Fir’aun  “sesungguhnya kami telah dicoba dengan darah, dan kami tidak lagi mempunyai air minum”.

Mereka berkata, “Mana mungkin dia menyihir kami, tidak sekali-kali kami menjumpai air dalam wadah kami melainkan kkami menjumpainya berubah menjadi darah yang segar”.

Mereka datang kepada Musa dan berkata kepadanya, “Hai Musa, doakanlah kepada Tuhanmu agar Dia melenyapkan darah ini dari kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan kami akan melepaskan Bani Israil pergi bersamamu”.

Musa kembali berdoa kepada Tuhannya, maka Allah melenyapkan darah itu dari mereka, tetapi mereka tetap tidak mau beriman, tidak mau pula melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamanya.

Begitulah Fir’aun dengan segala kebohongan dan keangkuhannya yang begitu merendahkan Nabi Musa as dan ajaran yang dibawanya. Sehingga wajar jika Allah kemudian melenyapkan raja yang dengan sombong mengaku sebagai tuhan itu, kemudian melenyapkannya dengan menenggelamkannya, tetapi jasadnya masih utuh agar menjadi pelajaran bagi kita semua. wallahualam 









Komentar

  1. yang menjadi hama gandum belalang ataukah kutu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga saya tidak salah memahami tafsir ibnu katsir diatas. keduanya kak. kalau belalang merusak tanaman gandumnya dari luar (serangan pertama). kalau kutu itu berada didalam gandumnya. seperti terinveksi, jadi ulat dari kutu itu tumbuh dan berkembang dari dalam tanaman (serangan kedua).
      contoh lainnya begini. saya pernah memiliki tanaman kwini, mirip seperti mangga buahnya. begitu kwini berbuah dan sudah ada yang bisa dipanen. tampilan buah bagus, kulitnya bersih. setelah kulit dikupas, waktu mengiris daging buah kwini, pada daging buah terdapat bolong bolong dari dalam sampai ke biji kwini.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TERJEBAK (bag.1)

Menulis

Menggantung mimpi (bag. 2)